PHOTO BOOTH
setelah selesai menonton film bersama, Kala berjalan keluar bioskop diikuti Tama dibelakangnya. Berhenti sebentar lalu menoleh kearah tama yang sedang melihat ponselnya.
“Tama jangan dulu pulang ya, tadi pas mau kesini gue liat ada photo booth baru gitu, cobain yuk?”
Tama yang mendengar celotehan Kala pun menoleh sambil memasukan ponselnya pada saku celana.
“Males ah nyet ngapain sih photo gitu norak.”
Kala menatap Tama dengan mata memicing, kesal dengan jawaban yang diberikan.
“Ih norak apaan, masa photo doang norak. Pokoknya harus gak mau tau.”
“Haduh nyet mending makan aja gue udah laper.”
“Nggak mau, pengen photo dulu tama ihh.”
“Rewel banget.”
Meski terlihat enggan, akhirnya Tama pun tetap mengikuti keinginan Kala untuk melihat photo booth yang pemuda manis mau.
Sesampainya disana, photo booth terlihat sepi. Hanya sekitar dua orang sedang mengantri. Kala yang melihat itu dengan cepat berdiri di belakang orang yang sedang mengantri, tidak lupa tangannya menyeret lengan Tama agar tidak pergi.
Setelah beberapa saat, akhirnya Kala dan Tama sampai di dalam photo booth. Kala langsung saja mengambil posisi serta melihat properti apa yang akan ia gunakan untuk berphoto.
“Ih ada kaca pembesar, pake ini aja ah lucu.”
Kemudian dengan cepat Kala mengatur posisi dan mengambil jepretan dirinya beberapa kali, dengan Tama yang berdiri tidak jauh dari sana melihat bagaimana Kala bergaya dengan sangat senang.
Setelah selesai Kala bangkit dari sana dan menghampiri Tama, melihat hal itu Tama akan segera beranjak sebelum lengannya ditahan oleh Kala.
“Ih mau kemana?”
“Ya keluar, kan lo udah beres? Emang mau ngapain lagi?”
“Ih beres apanya, kan lo belum photo.”
Tama yang mendengar hal itu lantas mengernyit bingung, dirinya berphoto disana? Memikirkan nya saja membuat Tama kegelian sendiri.
“Lah apaan anjir kok jadi gue.”
“Yaiya, sayang tau kesini gak photo. Ayo ih tama photo dulu.”
“Ngga mau nyet alay.”
Kala yang mendengar jawaban tama lantas cemberut, memasang ekspresi murung membuat Tama menghela napas.
“Ekspresi lu jangan gitu kenapa nyet.”
“Nyet nyet mulu, gue lagi sebel juga. Cuman pengen liat tama photo disini doang aja gitu banget.”
Tama kembali menghela napas.
“Bukan gitu nyet. Alay tau. Gue geli sendiri photo-photo kaya gitu.”
“Tuh kan nyet lagi, orang lagi serius juga. Yaudah deh pulang aja, gausah makan dulu gue males pengen cepet pulang aja.”
Tama menutup matanya sebentar, juga menghela napas pelan sebelum menjawab
“Hhh kan rewel, yaudah iya. Gausah ngambek, gue photo sekali aja tapi.”
Kala yang mendapat balasan itu lantas seketika merubah ekspresinya menjadi cerah.
“Yeayy, ayo cepet-cepet kesini. Nah duduk disini, terus ini pake kaca pembesar kaya gue kala tadi.”
“Gausah pake properti, photo biasa aja.”
Kala baru saja akan merubah ekspresi murung kembali ketika dengan tiba-tiba Tama merebut kaca pembesar dari tangannya.
“Gak usah pasang ekspresi gitu deh.”
Kala yang mendengar itu hanya tertawa, kemudian melihat Tama yang berpose seperti dirinya tadi.
Kala dia-diam tersenyum melihat Tama. Setelahnya Tama langsung bangkit dan dengan cepat menggandeng tangan Kala keluar, membuat kala kebingungan.
“Aduh tama mau kemana sih buru-buru.”
“Makan nyet laper.”
“Iya sebentar ih photo nya belum diambil.”
“Gausah diambil, sumpah kal gue malu.”
“Ngapain malu? Tama tadi lucu photonya mau kala pajang dikamar.”
“Diem.”
Kala yang melihat Tama yang sepertinya salah tingkah seusai berbicara barusan, dengan wajah ceria nya tersenyum senang lalu tangannya dengan menggandeng tangan tama yang tidak berani menatapnya.
“Tama gemes banget kalo salting, jadi pengen meluk.”
[] end.